BAB II
PEMBAHASA
A. Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme
Model
pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan
pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik
kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun
sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan
lingkungannya.
B. Konstruktivime mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :
• Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
• Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
• Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.
• Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
• Lebih menekankan pada proses belajar bagai mana belajar itu.
C. Prinsip-prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
• Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial.
• Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
• Murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
• Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
• Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
• Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
• Mencari dan menilai pendapat siswa.
• Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
• Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.
D. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
• Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya
• Menggalakkan persoalan/idea yang dimulai oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
• Mengambil & mendapatkan kajian bagaimana murid belajar sesuatu idea
• Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
• Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran
• Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Model pembelajaran konstruktivisme meliputi empat tahapan yaitu :
1. Tahapan
pertama adalah apersepsi, pada tahap ini dilakukan kegiatan
menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari
materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya : mengapa
baling-baling dapat berputar?
2. Tahap
kedua adalah eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan
sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali
menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan
sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi
benda langsung.
3. Tahap
ketiga, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa
mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula
guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat
kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain
serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut
melalui kegiatan tanya jawab.
4. Tahap
keempat, pengembangan dan aplikasi, pada tahap ini guru memberikan
penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat
kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual
yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan
tugas.
E. Kelebihan Model Konstruktivisme
1. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
2. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan
dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka
tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena,
sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang
fenomena yang menantang siswa.
3. Pembelajaran
konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan
pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran
berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun
yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai
strategi belajar.
5. Pembelajaran
konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa
untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran
konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari
kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
F. Kekurangan Model Konstruktivisme
1. Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan
sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2. Konstruktivisme
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
3. Situasi
dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas
siswa.
G. Hubungan Konstruktivisme Dengan Teori Belajar Lain
Selama
20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi
pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan
Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar
seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan
Teori Skema.
1. Teori Belajar Konsep
Dalam
banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini
dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme
yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang
belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa
mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam
menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap
suatu konsep yang ia pelajari. Kostruktivisme membantu untuk mengerti
bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat.
Dengan
demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam
pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep
sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan
keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga
pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivisme dan Teori
Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat
membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan
karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga
lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. “Salah pengrtian” dalam memahami
sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep,
bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru menjadi awal untuk
pengembangan yang lebih baik.
2. Teori Bermakna Ausubel
Menurut
Ausubel, seseorang belajar denga mengasosiasikan fenomena baru ke dalam
sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat
memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses
belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri.
Teori
Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme.
Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman,
fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah
dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru
kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya
mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
3. Teori Skema.
Menurut
teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau
sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih
menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang
terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema
yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.
4. Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme
Konstruktivisme
berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila Behaviorisme
menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime
lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila
Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai
dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih
menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif sibelajar. Dalam
pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan
pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan
yang lengkap. Menurut Konstruktivisme, bla seseorang tidak
mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua
akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya.
Dalam
teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu
menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka
berfikir dan bukan meniru saja.
Kadang-kadang
orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan Teori Pencarian
Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat
secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka punya
kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal.
Dapat terjadi bahwa metode
pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.
pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.
H. Implikasi Konstruktivisme Pada Pembelajaran
a. Setiap
guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan
jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti
ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini
menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa
dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama
sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti
dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha
yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami
suatu materi yang diajarkan.
b. Tugas
setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi
yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan
oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan
mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
c. Untuk
mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang
digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d. Siswa
perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing
konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”,
menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada
siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan
mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f. Latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan
teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi
engetahuan pada diri peserta didik.sedangkan Pandangan.
Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
a) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
b) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
c) Si
belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan
tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam
menginterprestasikannya.
BAB III
KESIMPULAN
Teori Konstruktivisme
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang
dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai
pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
- Pelajar ktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
- Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
- Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
- Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
- Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
- Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting institusionalisme konstruktivis situs judi
BalasHapus