A. Pendahuluan
Upaya penyelesaian persoalan
dikotomi kurikulum dalam pendidikan Islam sesungguhnya telah banyak
dilakukan. Sebagaimana dikemukakan oleh Rahman (1982:130-131), atas
dasar pengamatannya terhadap konsep dan praktek pendidikan di berbagai
negara Islam, secara garis besar ada dua cara yang umumnya dilakukan:
Pertama, dengan menerima ilmu pengetahuan (sains) modern yang sekuler
sebagaimana telah berkembang secara umum di Barat dan dicoba untuk
‘mengislamkannya’ dengan cara mengisinya dengan konsep-konsep tertentu
dari Islam. Kedua, dengan cara menggabungkan atau memadukan ilmu
pengetahuan modern dengan ilmu pengetahuan keislaman yang diberikan
secara bersama-sama di suatu lembaga pendidikan Islam.
Upaya yang dilakukan di
Indonesia juga tidak jauh berbeda, Pemerintah Indonesia melalui
Departemen Agama yang terbentuk sejak tanggal 03 Januari 1946, salah
satu tugas utamanya ialah mengurusi lembaga pendidikan Islam. Lem-baga
pendidikan Islam yang banyak mendapatkan perhatian pemerintah
(Departemen Agama) tersebut adalah madrasah. Menurut Steenbrink
(1994:97), madrasah yang banyak mendapat perhatian ialah madrasah yang
memperhatikan pendidikan umum, bahkan dapat dikatakan hampir semua
bantuan merupakan bantuan untuk mata pelajaran umum. Sejalan dengan itu,
Departemen Agama juga menganjurkan supaya pesantren yang tradisional
dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal, dengan
memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan mata pelajaran umum di
samping mata pelajaran agama.
Upaya pemerintah yang lebih
intensif untuk pengembangan madrasah, khususnya dibidang kurikulum yang
memperhatikan keterpaduan pengetahuan umum dan agama, dilakukan sejak
pertengahan tahun 70-an. Upaya ini dimulai dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama pada tahun 1975, yakni
tentang ‘Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah’. Peningkatan
tersebut dilakukan melalui pembenahan terhadap kurikulum madrasah,
khususnya pada bidang mata pelajaran umum agar setara dengan sekolah
umum (Jurnal Madrasah, 1997: 36-41). Tindak lanjut dari SKB 3 Menteri
tersebut, Menteri Agama RI mengeluarkan Surat Keputusan tahun 1975,
tentang ‘Kurikulum Madrasah’. Pada kurikulum madrasah tahun 1975 ini,
madrasah diwajibkan memasukkan mata pelajaran umum yang sama dengan yang
diberikan di sekolah umum.
Untuk memantapkan upaya
peningkatan mutu pendidikan pada madrasah tersebut pemerintah menganggap
perlu menegaskan persamaan kurikulum antara madrasah dengan sekolah
umum. Untuk itu Menteri Agama dan Menteri Pendi-dikan dan Kebudayaan
mengeluarkan Surat Keputusan bersama pada tahun 1983 tentang ‘Persamaan
Kurikulum Madrasah dan Sekolah Umum’. Inti dari SKB 2 Menteri 1984 itu
ialah persamaan mata pelajaran umum yang diberikan di sekolah umum
dengan yang diberikan di madrasah. Selanjutnya seagai tindak lanjut dari
SKB 2 Menteri 1983 itu ialah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri
Agama RI tahun 1984 tentang kurikulum madrasah, yang disebut dengan
kurikulum madrasah 1984. Kurikulum ini memuat mata pelajaran yang sama
dengan mata pelajaran yang diberikan di sekolah umum, di samping
memasukkan pula kurang lebih 20 % mata pelajaran keagamaan (keislaman).
Ketika Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN Nomor 2 Tahun 1989) diundangkan, madrasah
mengalami perubahan status menjadi seko-lah umum yang berciri khas
Islam. Konsekuensi dari perubahan status madrasah tersebut disamping
merubah status madrasah, juga mengandung adanya keharusan melaksanakan
kurikulum yang sama dengan sekolah umum, di samping kuriku-lum yang
merupakan ciri khas madrasah yaitu sebagai lembaga pendidikan Islam.
Tindak lanjut dari penyesuaian
status di atas, tahun 1994 dikeluarkan Kurikulum Madrasah Tahun 1994,
yang pada intinya memuat sepenuhnya (100 %) materi pelajaran umum
sebagaimana diberikan pada sekolah umum ditambah dengan ciri khas
madrasah (keislaman). Ciri khas agama Islam tersebut meliputi: 1.
Pemberian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang emliputi a.
Qur`an-hadist b. Fiqih c. Aqidah-Akhlak d. Sejarah Kebudayaan Islam 2.
Penciptaan suasana kegamaan, antara lain melalui: a. suasana kehidupan
madrasah yang agamis b. adanya sarana ibadah c. penggunaan pendekatan
yang agamis dalam penyajian mata pelajaran yang memungkinkan. 3.
Pengadaan guru yang memiliki kualifikasi, antara lain guru yang beragama
Islam dan berakhlak mulia (Kep. Menag RI, Nomor 302 tahun 1993, h. 12).
Secara konsepsional mulai dari
kurikulum 1975 hingga lahirnya kurikulum 1994 dan bahkan dalam kurikulum
KBK 2004 dan KTSP 2006, dikotomisasi ilmu pengetahuan umum dan agama
madrasah telah dihilangkan melalui pemberian ilmu pengtahuan umum dan
ilmu pengatahuan keagamaan kepada siswa secara bersamaan. Akan tetapi
jika ditelusuri lebih jauh, penyatuan tersebut masih belum memenuhi apa
yang sebenarnya diharapkan. Hal itu ditandai dengan masih adanya konsep
dan desain kurikulum yang terpisah antara ilmu pengetahuan umum dan
agama (sparated subject matter curriculum). Dalam hal itu, antara mata
pelajaran umum dengan mata pelajaran agama tidak didesain secara
terintegrasi. Lebih khusus lagi dalam hal itu, konsep dan desain
kurikulum mata pelajaran umum (seperti biologi, Fisika, Kimia) tidak
atau masih belum mengintegrasikan imtaq di dalamnya.
Sebenarnya upaya untuk mengatasi
persoalan di atas pernah dilakukan oleh pemerintah. Dalam rangka upaya
itu, di antaranya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI telah
menerbitkan ‘Naskah Keterkaitan 10 Mata Pelajaran Umum di SMU dengan
Imtaq’ (Depdikbud, 1996), yang juga diberlakukan di MA sebagai Sekolah
Umum yang berciri khas Islam. Dalam naskah tersebut setiap materi
pelajaran iptek diberi materi landasan imtaq berupa ayat-ayat Qur`an dan
Hadist yang dapat digunakan sebagai pedoman dan acuan bagi guru mata
pelajaran umum dalam rangka integrasi iptek dan imtaq. Akan tetapi usaha
itu ternyata tidak bisa berjalan sesuai dengan harapan, khususnya di
MA. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan implementasi konsep
kurikulum tersebut, sebagaimana Syaifuddin (1999) dalam penelitiannya
menemukan temuan, bahwa kurang berhasilnya pembinaan integritas ilmu
pengetahuan umum dan kegamaan di madrasah tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: kurikulum masih didesain secara
terpisah-pisah; belum adanya model/pedoman kurikulum dan pembelajaran
terpadu yang dapat menunjang pembentukan integrasi pengetahuan tersebut,
di samping kemampuan guru dan sarana yang belum memadai.
Sementara itu, Azra (1999: 40)
menilai lebih disebabkan oleh karena upaya penyelesaian yang dilakukan
tidak bersifat mendasar dan dilakukan secara ad-hoc (sementara),
parsial, serta bersifat involutif. Untuk itu, menurutnya (1999:29 dan
41), perlu adanya suatu bentuk penyelesaian yang bersifat mendasar, yang
tidak sekedar perubahan-perubahan yang hanya memunculkan
kerumitan-kerumitan baru daripada terobosan yang betul-betul bisa
dipertanggungjawabkan baik dari segi konsep maupun visibilitas,
kelestarian dan kontinuitasnya. Sehubungan dengan itu, menurutnya perlu
adanya peninjauan ulang terhadap ilmu-ilmu empiris (umum) yang diajarkan
di madrasah dari segi epistemologis dan aksiologis, sehingga melahirkan
ilmu-ilmu umum yang berdasarkan epistemologi Islam. Pendapat yang
senada dikemukakan oleh Paronda (Ulumul Qur`an No. 9, 1991:27),
menurutnya diperlukan pembenahan infrastruktur sains Islami itu sendiri
melalui pendidikan, yakni dengan menanamkan ajaran Islam dan
mengamalkannya secara mantap sejak dini, dan bersamaan dengan itu
diberikan paket metodologi berpikir yang konsepsional, terutama dalam
hal ini adalah model saintifikasi itu sendiri.
Berdasarkan berbagai
permasalahan dan pemikiran di atas, maka dipandang perlu untuk menemukan
sebuah model pengembangan kurikulum madrasah yang dapat menyatukan ilmu
pengetahuan umum (iptek) dengan ilmu pengetahuan keagamaan (imtaq),
khususnya memadukan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang terdapat
dalam mata pelajaran umum dengan nilai dan norma agama (imtaq).
Sehubungan dengan itu, penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk
menemukan sebuah model kurikulum mata pelajaran umum yang dapat
memadukan konsep/materi pelajaran umum dengan agama, yang dapat
diterapkan di madrasah atau Madrasah Aliyah (MA) khususnya.
B. Fokus dan Rumusan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, bahwa upaya pengembangan model kurikulum yang dapat memadukan
materi mata pelajaran umum, khususnya yang terdapat dalam mata pelajaran
umum di MA merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dilakukan.
Upaya itu hendaknya dilakukan dengan cara merekayasa ulang dan
mengembangkan kurikulum MA yang telah ada menjadi sebuah model integrasi
mata pelajaran umum dengan imtaq. Sehubungan dengan itu, maka yang
menjadi fokus dalam penelitian disertasi ini adalah upaya mengembangkan
dan menemukan model pengembangan kurikulum mata pelajaran umum di MA
menjadi sebuah model kurikulum mata pelajaran umum yang dapat memadukan
materi pelajarannya dengan agama.
Berdasarkan latar belakang dan
fokus penelitian di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji dan
dikembangkan dalam penelitian dan pengembangan model ini, yaitu berbagai
berikut: 1. Model konsep pemaduan mata pelajaran umum dengan agama
seperti apa yang cocok dan tepat untuk dikembangkan di MA. 2. Bagaimana
model desain integrasi mata pelajaran umum dengan imtaq tersebut: a.
model desain integrasi mata pelajaran umum dengan imtaq seperti apa yang
cocok untuk dikembangkan? b. bagaimana bentuk model desain kurikulum
yang dihasilkan? 3. Sejauhmana hasil dan dampak implementasi model
integrasi mata pelajaran umum dengan imtaq tersebut: a. sejauhmana hasil
implementasi model tersebut bagi peningkatan prestasi belajar siswa
dalam penguasaan materi iptek? b. sejauhmana hasil implementasi model
tersebut dalam prestasi belajar siswa dalam penguasaan materi iptek dan
imtaq secara terpadu? c. sejauhmana dampak implementasi model tersebut
bagi kinerja guru? d. sejauhmana dampak implementasi model tersebut
terhadap aktivitas belajar siswa?
C. Metodologi Penelitian
1. Model Penelitian Sesuai
dengan tujuan utama penelitian ini, yakni mengembangkan kurikulum mata
pelajaran umum pada Madrasah Aliyah (MA) menjadi sebuah model
pembelajaran yang mengintegrasikan materi pelajaran umum dengan materi
pelajaran agama yang dipandang cocok dan dapat diimplementasikan pada
MA, maka model penelitian yang dipandang tepat untuk digunakan adalah
model research and development (penelitian dan pengembangan). Hal itu
sejalan dengan pengertian dan maksud penelitian dan pengembangan itu
sendiri, sebagaimana dikemukakan oleh Borg & Gall (1979: 624), bahwa
penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk
mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam
pendidikan dan pembelajaran. Gay (1990) menyatakan bahwa penelitian dan
pengembangan adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang
efektif berupa material pembelajaran, media, strategi pembelajaran untuk
digunakan di sekolah, bukan untuk menguji teori.
Prosedur kegiatan penelitian
dengan model penelitian dan pengembangan tersebut, sebagaimana Borg
& Gall (1979: 775-776), dilakukan dengan rangkaian kegiatan sebagai
berikut:
- Research and information collecting—Includes review of literature, classroom observations, and preparation of refort of state of the art;
- Planning—Includes defining skills, stating objectives determining course sequence, and small scale feasibility testing;
- Develop preliminary form of product—Includes preparation of instruct-ional materials, handbooks, and evaluation devices;
- Preliminary field testing—Conducted in form 1 to 3 schools, using 6 to 12 subject. Interview, observational and questionnaire data collected and analyzed;
- Main product revision—Revision of product as suggested by the preliminary filed test results;
- Main field testing—Conducted in 5 to 15 schools with 30 to 100 subjects. Quantitative data on subjects’ pre-course and post-course performance are collected. Results are evaluated with respect to course objectives and are compared with control group data, when appropriate;
- Operational product revision—Revision of product as suggested by main field-test results;
- Operational field testing—Conducted in 10 to 30 schools involving 40 to 200 subjects. Interview, observational and questionnaire data collected and analyzed;
- Final product revision—Revision of product as suggested by opera-tional field-test results;
- Dissemination and implementation—Report on product at professional meetings and in journals. Work with publisher who assumes commercial distribution. Monitor distribution to provide qua-lity control.
Sejalan dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Borg & Gall (1979: 624), bahwa penelitian dan
pengembangan adalah ‘a process used to develop and validate educational
products’ dan prosedur pelaksanaan penelitian dan pengembangan
sebagaimana dikemukakan oleh Borg & Gall di atas, penelitian dan
pengembangan model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan
agama dalam penelitian ini, secara garis besar disimpulkan dalam tiga
kegiatan dan tahapan, yaitu: studi pendahuluan, pembentukan model, dan
uji implementasi model. Seluruh tahapan kegiatan di atas dapat dilihat
pada gambar berikut:
2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada MA yang terdapat di Kalimantan Selatan.
Berdasarkan data yang tercatat pada Departemen Agama Kalimantan Selatan
yang terdiri dari MA Negeri (MAN), MA Kegamaan (MAK), MA Swasta (MAS).
Di antara MAN terdapat sebuah MA Negeri Model yang berlokasi di Kota
Banjarmasin. Sesuai dengan bentuk penelitain ini, yakni sebagai
penelitian pengem-bangan model, maka dalam penelitian ini hanya beberapa
madrasah saja yang akan dijadikan sebagai lokasi dan subjek penelitian.
Untuk jelasnya dapat dilihat sebagai berikut. (1) Penelitian studi
pendahuluan dilakukan pada tujuh buah MA yang dianggap dapat mewakili
gambaran kondisi MA di Kalimantan Selatan. Tujuh buah MA tersebut
dipilih dari MA dengan kualitas tinggi, sedang dan rendah masing-masing
dua buah dan satu buah MA Model. Standar yang dipakai untuk menentukan
kualifikasi madrasah yang akan dipilih sebagai tempat penelitian
tersebut ialah rangking hasil Ebtanas, penyebaran pada kota/ kabupaten
yang ada di wilayah Kalimantan Selatan (sample area), dan kese-diaan
pihak madrasah untuk menjadi tempat penelitian pengembangan model
kurikulum terpadu ini. (2) Pembentukan model dilakukan pada MA Negeri
Model yang ada di Ibu Kota Kalimantan Selatan ( Kota Banjarmasin).
Penetapan madrasah ini sebagai tempat pembentukan model karena dilihat
dari status dan ketersediaan sarana, tenaga guru yang sangat
memungkinkan untuk pengembangan sebuah model kurikulum terpadu yang
mengintegrasikan mata pelajaran umum dengan agama. Di samping itu,
adanya kesediaan dan semangat guru untuk mengembangkan model kurikulum
yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama. Yang terakhir ini
penting, karena keberhasilan pengembangan model sangat ditentukan oleh
kesediaan dan semangat guru untuk mengembangkan model terpadu mata
pelajaran umum dengan agama ini.
D. Temuan dan Hasil Penelitian
1. Model yang Tepat untuk
Dikembangkan Beberapa temuan dari studi pendahuluan yang telah dilakukan
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kurikulum MA yang ada
sekarang pada dasarnya masih didesain secara sparated subject. Dalam hal
ini mata pelajaran umum dan agama masing-masing berdiri sendiri, tidak
dirancang secara terpadu antara iptek dan imtaq, meskipun telah terdapat
beberapa materi bahasan yang memiliki tema yang sama atau hampir
bersamaan antara mata pelajaran iptek dengan mata pelajaran PAI (imtaq).
Akan tetapi, materi tersebut tidak semuanya disajikan pada satuan
semester yang sama dan tidak dijelaskan dan diinstruksikan untuk
dipadukan dalam proses impelementasinya. Selain itu, telah terdapat
tuntutan dan anjuran kepada guru iptek untuk melakukan memadukan
pelajaran mata pelajaran umum dengan agama kepada pihak madrasah dan
guru.
2. Dilihat dari kegiatan
implementasi kurikulum mata pelajaran iptek di MA, dapat disimpulkan
bahwa pada umumnya telah ada upaya dari guru iptek untuk merancang
kegiatan pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama.
Akan tetapi, upaya tersebut dapat dinyatakan masih sangat temporal,
tidak terkonsepsikan dengan baik, jarang sekali dilakukan dan tidak
semua guru melakukannya. Problem yang dihadapi guru iptek untuk
merancang dan melakukan pengembangan kurikulum yang memadukan mata
pelajaran umum dengan agama pada MA adalah belum adanya pedoman tertulis
maupun contoh tertulis yang dapat diacu untuk melakukan pengembangan
tersebut.
3. Belum terlaksananya
pengembangan dan implementasi kurikulum yang memadukan materi pelajaran
umum dan agama tersebut, dilihat dari faktor guru, ditemukan kenyataan
bahwa penguasaan dan pemahaman terhadap model kurikulum yang memadukan
mata pelajaran umum dengan agama tersebut relatif masih sangat minim. Di
samping itu, penguasaan materi, konsep dan nilai-nilai imtaq, khususnya
yang berhubungan dengan materi, konsep dan teori iptek yang diajarkan
di MA, relatif masih sangat sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan
latar belakang pendidikan dan pengetahuan guru iptek di MA umumnya
berasal dari lembaga pendidikan umum yang notabene tidak pernah
mendapatkan pembelajaran yang relative memadai dalam bidang imtaq,
khususnya yang terkait dengan imtaq yang berkaitan dengan materi
pelajaran iptek di MA.
4.
Dilihat dari faktor siswa ditemukan kondisi sebagai berikut: a.
Pengetahuan dan pemahaman siswa tentang model kurikulum yang memadukan
mata pelajaran umum dengan agama masih sangat terbatas. b. Pandangan dan
sikap siswa atas model pemaduan kurikulum dan pembelajaran iptek yang
terpadu dengan imtaq sangat positif. c. Siswa MA relatif masih
mendapatkan kesulitan memadukan iptek yang dipelajarinya dengan imtaq.
Hal itu lebih dikarenakan aktivitas belajar mereka tentang iptek amat
jarang yang dihubungkan atau dikaitkan dengan imtaq secara langsung.
5. Dilihat dari sanaran, prasarana dan lingkungan
a.
Sarana dan prasarana pembelajaran iptek pada MA pada umumnya masih
relatif kurang. Hal itu dapat dilihat dari kelengkapan laboratorium dan
bahan kepustakaan, khususnya yang terkait dengan upaya pemaduan mata
pelajaran umum dengan agama. Buku pelajaran dan buku-buku teks yang
memuat konsep pemaduan iptek dengan imptaq masih sangat kurang bahkan
hampir tidak ada.b. Lingkungan belajar, khususnya untuk mendukung terlaksananya pengembangan model dan pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama cukup kondusif. Hal itu terlihat dari dukungan Kepala Madrasah yang sangat positif, pola hubungan antar guru mata pelajaran umum dengan agama yang cukup baik. Berdasarkan hasil temuan penelitian pendahuluan di atas dan setelah dilakukan diskusi dengan guru mata pelajaran Iptek dan PAI pada MAN Model Kota Banjarmasin sebagai mitra pembentukan model, maka karakteristik dan desain model yang akan dikembangkan dengan karakteristik sebagaimana paparan berikut.
(1) Model Pemaduan Sebagaimana
dikemukakan pada bab pendahuluan bahwa ide atau gagasan pokok dalam
pengembangan model kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan
agama adalah sebagai upaya pengembangan kurikulum mata pelajaran umum
yang telah ada. Pengembangan kurikulum iptek tersebut dilakukan dengan
cara pengejauantahan prinsip dan konsep islamisasi sains sebagaimana
diadaptasi dari konsep islamiasi sains al-Faruqy (1984), yaitu :
1) Mengusai materi iptek;
2) Mengusai khazanah Islam (imtaq);
3) Menentukan relevansi mata pelajaran umum dengan agama;
4) Melakukan sintesa kreatif antara imtaq dengan iptek;
5) Menemukan rumusan iptek yang terpadu dengan imtaq (iptek islami)
Pemaduan konsep iptek dengan
konsep imtaq yang akan dibangun dalam model kurikulum ini dalam bentuk
rekonstruksi efistemologis dan axiologis. Rekonstruksi efistemologis
dimaksud adalah dalam:
(a) memberikan dasar-dasar islami bagi iptek;
(b) memberi arah penggunaan iptek secara islami;
(c) memberikan penguatan dan perluasan teori dan konsep iptek dengan konsep Islam; dan
(d) penyelesaian atas teori dan konsep iptek yang kontropersial dalam pandangan Islam.
Sedangkan
rekonstruksi axiologis dalam bentuk integrasi prinsip-prinsip dan
nilai-nilai. Untuk ini yang dipadukan merupakan karakteristik dasar
kebudayaan Islam, yakni sebagaimana kesepakatan sarjana Muslim dan Barat
tentang iptek islami, seperti: tauhid, khilafah, ibadah, `ilm, halal
dan haram, `adl (keadilan sosial), zulm (tirani), istishlah kepentingan
umum), dan dhiya (pemborosan) (Sardar, 2000).
Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkn bahwa ide pokok dari pengembangan model kurikulum yang
memadukan mata pelajaran umum dengan agama ini ialah merupakan sebuah
model yang mencoba mengembangkan kirikulum ipek (mata pelajaran umum)
yang telah ada menjadi sebuah model kurikulum yang memadukan materi
iptek (ilmu pengatahuan umum) dengan materi imtaq (ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai keislaman baik yang terdapat dalam mata pelajaran agama
Islam maupun dari sumber lainnya). Pemaduan ini bertujuan agar : (1)
siswa mendapatkan pengetahuan iptek yang terpadu dengan imtaq; (2) siswa
memiliki kemampuan untuk memadukan materi mata pelajaran umum dengan
agama; dan (3) siswa dapat meningkatkan hasil belajar di bidang iptek.
Selain hal di atas, sebagaimana
dikemukakan oleh Fogarty dan Maurer, bahwa model terpadu dapat dirancang
dengan berbagai bentuk, baik dalam bentuk intra, antar, dan inter
disiplin. Sehubungan dengan itu, atas pertimbangan kondisi kurikulum dan
MA, sebagaimana hasil studi pendahuluan di atas, maka model yang
dianggap mungkin untuk dikembangkan adalah model yang mengintegrasikan
(memadukan) materi iptek dengan materi imtaq dalam bentuk integrated
curriculum, yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi yang ada.
Selanjutnya, sebagai salah satu
dimensi kurikulum, pengembangan ide atau gagasan juga melingkupi semua
aspek komponen kurikulum, yakni tujuan, isi atau materi, organisasi, dan
evaluasi. Dalam konteks model kurikulum terpadu, sebagaimana Maurer
(1994), aspek kurikulum tersebut melingkupi: (1) common objectives
(tujuan umum), (2) common theme (tema umum), (3) common time frame
(kerangka waktu), (4) diverse sequencing pattern (pola sequen materi),
(5) applied learning strategies (strategi aplikasi pembelajaran), dan
(6) viaried assesment (bentuk pengukuran).
(2) Model Rencana atau Rancangan
Tertulis Perangkat rancangan tertulis yang ada dalam kurikulum 2004
atau kurikulum yang berbasis kompetensi Standar Kompetensi. Selebihnya
guru atau sekolah dituntut untuk sedikitnya mengembangkan: 1) Silabus
dan Sistem Penilaian; dan 2) Rencana (Sekenario) Pembelajaran.
Sehubungan dengan itu, maka pengembangan rencana tertulis yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan pengembangan dan
dikembangkan dalam penelitian meliputi: 1) pengembangan Standar
Kompetensi; 2) Pengembangan Silabus dan Sistm Penilaian; dan 3)
Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dilengkapi dengan
lembar kegiatan siswa (LKS) dan model lembar evaluasi. (a) Model Standar
Kompetensi Desain kurikulum dalam bentuk Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dibuat dan diberlakukan secara nasional dipengembangan
dengan cara memasukkan konsep/nilai-nilai imtaq kedalamnya dan upaya
memadukannya. Hal itu dilakukan atau dimasukkan pada kolom-kolom stadar
kompetensi yang ada, baik pada kompetensi dasar, indikator, maupun pada
materi pokoknya. Konsp atau nilai-nilai imtaq yang akan dipadukan dengan
konsep/teori iptek tersebut adakalanya berfungsi sebagai : (a) dasar
dan nilai-nilai Islami bagi iptek yang berupa ayat-ayat al-qurà n dan
hadits (b) arah dan penggunaan iptek secara Islami; (c) penguatan dan
perluasan teori dan konsep iptek dengan konsep dan nilai-nilai imtaq
(seperti : tauhid, khilafah, ibadah, `ilm, halal dan hram, `adl
(keadilan sosial), zulm (tirani), istishlah kepentingan umum), dan dhiya
(pemborosan); dan (d) penyelesaian atas teori dan konsep iptek yang
kontropersial dalam pandangan Islam. (b) Model Desain Rekayasa Silabus
dan Sistem Evaluasi Model silabus kurikulum yang dikembangkan pada
dasarnya tetap mengacu pada pedoman pengembangan silabus yang telah
diberlakukan di MA. Pengembangan silabus yang dikembangkan pada dasarnya
tidak banyak merubah dari desain yang ada kecuali memasukkan dan
memeberi suplimen imtaq pada silabus mata pelajaran IPA yang telah ada.
Asepek-aspek yang dimuat dalam silabus kurikulum terpadu mata pelajaran
umum dengan agama yang akan dikembangkan sejalan dengan desain kurikulum
KBK yang ada. Suplimen imtaq tersebut dalam bentuk imtaq sebagai: (a)
dasar Islami bagi iptek; (b) arah dan penggunaan iptek secara Islami;
(c) penguatan dan perluasan teori dan konsep iptek dengan konsep dan
nilai-nilai imtaq; dan (d) penyelesaian atas teori dan konsep iptek yang
kontropersial atau bertentangan dengan prinsip, konsep dan nilai-nilai
Islam. Beberapa hal penting yang dilakukan dalam rekayasa silabus ini
adalah: (1) Mengkaji standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar; (2)
Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran; (3) Mengembangkan Kegiatan
Pembelajaran; (4) Merumuskan Indikator Pencapaian Kompe-tensi; (5)
Penentuan Jenis Penilaian; (6) Menentukan Alokasi Waktu; dan (7)
Menentukan Sumber Belajar. Hal yang paling penting dalam hal ini guru
dituntut untuk melakukan analisis terhadap materi pokok pembelajaran
iptek dan konsep atau materi imtaq yang dipandang terkait, dan
selanjutnya mencari hubungan keduanya. (c) Model Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Model rencana pelaksanaan pembelajaran atau implementasi
pembelajaran yang akan dikembangkan pada dasarnya juga mengacu kepada
model rencana pembelajaran yang lajim dilakukan oleh guru di MA dengan
memasukkan ide atau konsep-konsep pemaduan mata pelajaran umum dengan
agama sebagaimana dikemukakan di atas. Hal penting dalam pengembangan
rencana pelaksanaan pembelajaran ini ialah mengembangkan proses kegiatan
pembelajaran. Desain proses pembelajaran tersebut diadaptasi dari
prusedur proses islamisasi sains, sebagaimana berikut: 1. Pendahuluan –
Melakukan Pre Test – Klarifikasi Tujuan Pembela-jaran – Menjelaskan
pokok materi yang akan dipelajari – Menjelaskan prosedur dan teknis
kegiatan pembelajaran – Memberikan motivasi kesiapan siswa untuk
memasuki pelajaran 2. Proses Pembelajaran – Eksplorasi materi materi
pelajaran (iptek dan imtaq) – Diskusi kelompok untuk melakukan analisis,
sintesis dan evaluasi materi dan hubungan materi mata pelajaran umum
dengan agama – Membuat laporan kelompok. – Diskusi kelas – Penjelasan
guru 3. Penutup – Melakukan post test – Membuat kesimpulan dan
saran-saran (3) Model Implementasi Sebagaimana dikemukakan pada ide atau
gagasan di atas, bahwa dalam proses implementasi guru iptek (IPA)
dibantu oleh guru imtaq (PAI) yang dibentuk dalam sebuah Tim Teaching.
Guru IPA bertanggungjawab terhadap keseluruhan kegiatan implementasi,
sedangkan guru PAI bertugas untuk memberi bantuan kepada guru IPA dan
siswa dalam rangka mengakses materi imtaq. Kegiatan yang dilakukan
sebagai berkut: (a) Persiapan, meliputi: diskusi perumusan ide atau
konsep pemaduan mata pelajaran umum dengan agama yang akan dikembangkan,
dan penyusunan silabus dan sistem evaluasi, dan penyusunan rencana atau
rencana pelaksanaan pembelajaran. (b) Pelaksanaan atau implementasi
dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan desain pembelajaran yang dirancang dalam rencana atau rencana
pelaksanaan pembelajaran. (c) Pelaksanaan model kurikulum dan
pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama ini tidak
menambah atau mengurangi alokasi waktu yang te lah diatur pada dalam
kurikulum mata pelajaran iptek yang telah ada. Waktu untuk implementasi
kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama dilakukan
dengan memakai alokasi pembelajaran iptek yang telah ada dengan sedikit
pengaturan penyajian dengan dibagi dua tahap. Pembagian menjadi dua kali
tahap tersebut untuk memberikan kesempatan kepada siswa melakukan
eksplorasi materi iptek dan imtaq dan melakukan diskusi kelompok untuk
menemukan bentuk hubungan mata pelajaran umum dengan agama serta membuat
laporan tertulis. (4) Model hasil Hasil yang diharapkan dalam model
kurikulum yang memadukan mata pelajaran umum dengan agama ini diarahkan
untuk memberikan penguasaan pengetahuan atau hasil belajar siswa tentang
iptek yang terpadu dengan imtaq, dan diupayakan juga untuk meningkatkan
hasil belajar siswa dalam penguasaan materi iptek. Di samping itu,
model ini juga diharapkan dapat memberikan kemampuan kepada siswa untuk
melakukan pemaduan mata pelajaran umum dengan agama. Model ini juga
diharapkan dapat melahirkan dampak positif lain yakni terciptanya
peningkatan atau perbaikan kinerja guru dan peningkatan aktivitas
belajar siswa.
Secara umum model tersebut dapat dilihat sebagaimana gambar berikut: 2. Hasil dan Dampak Penerapan Model
a. Hasil Prestasi belajar siswa
Dari segi prestasi hasil belajar juga telah terjadi perkembangan yang
sangat signifikan antara satu tahap dengan tahap berikutnya. Hal ini
dapat dilihat sebagaimana tabel berikut: Tabel 1: Nilai Rata-rata
Penguasaan Materi Iptek dan Iptek yang Terpadu dengan Imtaq(Pre Test dan
Post Test)
No. Tahapan Nilai Pre Test Nilai
Post Test Iptek Terpadu Iptek Terpadu 1. Pertama 3,53 3,73 5,87 5,47 2
Kedua 3,00 3,00 6,87 6,53 3. Ketiga 3,13 3,00 7,87 7,60 4. Keempat 5,07
5,07 8,13 7,87
Berdasarkan hasil penguasaan
materi iptek dalam setiap tahapan di atas dapat dilihat signifikansi
perbedaan nilai pre test dengan post test, melalui uji t sebagaimana
table berikut: Tabel 2: Hasil Uji T Perbandingan Pre-Test dengan
Post-Test
Variabel N Mean Std Nilai t Df
Sig Nilai pre-test <> Nilai post-tes Iptek 4 3.6825 .95210 -6.782 3
.007 7.1875 1.03436 Nilai pre-test <> Nilai post-tes Memadukan
mata pelajaran umum dengan agama 4 3.7000 .97601 -5.203 3 .014 6.9525
1.07481
Dengan hasil uji t di atas
dengan harga t tabel (dengan df = 3) maka dapat dikatakan hasil di atas
memperlihatkan perbedaan yang sangat signifikan (? < .0001) antara
skor pre-test dan post-test pada nilai penguasan nilai memadukan mata
pelajaran umum dengan agama, nilai iptek dan nilai imtaq. Dengan
perolehan skor post-test lebih tinggi secara siqnifikan dengan skor
pre-test, dapat disimpulkan bahwa dalam proses uji coba pembelajaran
secara terintegrasi iptek dan imtaq dapat mengubah perolehan pengetahuan
atau penguasaan materi oleh siswa dengan sangat bermakna atau
signifikan. Untuk melihat perkembangan hasil post-test siswa pada setiap
tahap dapat di lihat dengan uji t (one-sample) menggunakan SPSS 11.
secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3: Hasil Uji T
(one sample) Perkembangan Hasil Post-Test
Tahapan Variabel Nilai t Df Sig
Uji coba I Nilai post-test Iptek 11.964 3 .001 Uji coba II Nilai
post-test Iptek 10.030 3 .002 Uji coba III Nilai post-test Iptek 8.097 3
.004 Uji coba IV Nilai post-test Iptek 6.163 3 .009 Uji coba I Nilai
post-test memadukan 11.076 3 .002 Uji coba II Nilai post-test memadukan
9.216 3 .003 Uji coba III Nilai post-test memadukan 7.355 3 .005 Uji
coba IV Nilai post-test memadukan 5.494 3 .012
Pada tabel 3 tersebut, tampak
adanya perubahan yang sangat signifikan bila dilihat dari hasil
perolehan nilai oleh siswa. Hasil uji t (one sample) memperlihatkan
adanya perubahan ke arah peningkatan pada masing-masing komponen pada
setiap uji coba. Begitu pula tingkat signifikansi pada setiap ujicoba
terjadi perkembangan yang sangat bermakna.
b. Dampak Penerapan Model
Terhadap Minat dan Aktivitas Belajar Siswa Model pembelajaran terpadu
iptek-imtaq yang sudah terbentuk setelah di uji validasikan pada 6
(enam) MA memberikan gambaran adanya peningkatan minat dan aktivitas
belajar siswa. Peningkatan minat dan aktivitas ditandai dengan antara
lain terkonsentrasinya pada kegiatan persiapan pembelajaran, perhatian
terhadap penjelasan guru mengenai model, teknis kegiatan pembelajaran,
pada waktu appersepsi, mencatat pelajaran, menyimak, bertanya, menjawab
pertanyaan, memanfaat buku dan sarana pembelajaran, menyelesaikan tugas
dalam kelompok dan keterlibatan dalam kerja kelompok.
Memusatkan perhatian atau
membuat siswa berkonsentrasi pada pelajaran bukanlah hal yang mudah.
Untuk 20 menit pertama dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa perhatian
siswa masih kurang. Ini dijumpai hampir sama pada semua Madrasah Aliyah
(MA) yang menjadi tempat uji validasi. Namun ketika masuk pada menit
ke-30 dan jam kedua minat siswa sudah mulai tampak. Meningkatnya minat
siswa dapat ditandai dengan adanya pertanyaan yang diajukan siswa dan
tanggapan siswa terhadap pertanyaan yang diajukan guru. Secara
keseluruhan dapat dilihat minat dan aktivitas siswa, perbandingan kelas
eksprimen dan kelas kontrol dalam kategori sebagaimana pada tabel di
atas.
c. Dampak Penerapan Model
Terhadap Kinerja Guru Selain sebagaimana terlihat pada kinerja guru
dalam melakukan persiapan dan pelaksanaan implementasi model seperti
digambarkan di atas, dari hasil observasi tergambar hal-hal sebagai
berikut: (1) Proses pembelajaran lebih terfokus dan bernilai religi
o Guru terdorong untuk berusaha
memperluas wawasan imtaq dan ipteknya utamanya mengenai topik-topik yang
ingin disampaikan. Terjadi proses dialog ketika ingin menyampaikan
topik atau bahasan kepada siswa dengan guru PAI atau guru yang lain yang
dianggap mempunyai pengetahuan mengenai topik tersebut. Hal tersebut
terjadi karena guru akan dihadapkan pada konsep-konsep iptek yang
terintegrasi dengan imtaq, guru harus siap dengan contoh yang relevan
dan mudah dicerna oleh siswa. Dalam hal ini guru tidak lagi tertumpu
pada buku pegangan siswa, melainkan mencari sumber-sumber lain yang
relevan guna nantinya melayani pertanyaan-pertanyaan siswa khususnya
yang berkaitan dengan imtaq. Terlihat bahwa model pembelajaran integrasi
iptek dan imtaq ini mengajak guru untuk senantiasa meningkatkan
pengetahuannya khususnya yang berkaitan langsung dengan integritas ilmu
iptek dan imtaq. o Dihadapkan pada skenario pembelajaran dengan
langkah-langkah yag harus dilakukan guru, termasuk materi terintegrasi
yang disampaikan, akan mengajak guru untuk mengekplorasi berbagai sumber
dan mengkaji lebih jauh materi yang disampaikan dengan sistematis.
Dengan pola ini guru dituntut siap secara materi dan perangkat
pembelajaran lainnya, dengan demikian secara tidak langsung membentuk
mentalitas akan pentingnya persiapan pembelajaran secara komprehensip
bagi seorang guru. o Dengan didasarkan pada rencana pembelajaran yang
dibuat dan evaluasi yang dilakukan, maka guru dapat mengajak siswa untuk
mengeekplorasi berbagai sumber mengenai materi yang disampaikan. Sisi
ini pada dasarkan akan dapat membangkitkan motivasi mental siswa akan
pentingnya materi yang disampaikan dengan nilai-nilai ilahiah dan moral.
Pada akhirnya menyadarkan akan penting pengetahuan bagi umat manusia.
(2) Dampak Penerapan Model Terhadap Perbaikan Proses Pembelajaran
Berkaitan dengan hal ini
terlihat beberapa dampak positif dengan diterapkannya model ini, yaitu:
(a) Kegiatan pembelajaran dapat lebih terkontrol – Materi yang
disampaikan dapat diselesaikan dengan tepat waktu yakni 2 jam pelajaran
tercakup pula materi imtaq. Hal ini dapat dilakukan sebab integrasi
nilai-nilai imtaq dilakukan dari sejak awal dan menjadi bagian integral
dari materi yang disampaikan. Sebagaimana pra survei, bahwa salah satu
kendala guru dalam penerapan materi iptek dan imtaq adalah masalah waktu
atau jam pelajaran yang tidak mencukupi, hal ini disebabkan belum
terintegrasi menjadi satu kesatuan dari materi. Dengan pola skenario
yang sedemikian rupa dan nilai-nilai imtaqnya terintegrasi, materi dapat
diselesaikan tepat waktu. – Dengan adanya tahapan-tahapan yang dibuat
dalam rencana dan skenario pembelajaran serta silabus yang dibuat,
disesuaikan dengan pokok bahasan yang berlaku secara nasional, ditambah
dengan pre-test dan post-tes yang dilakukan dapaat mengontrol materi
yang disampaikan dan dapat mengukur sejauhmana pemahaman siswa terhadap
materi. Karena adanya integritas ini pemahaman siswa menjadi
komprehensip antara mata pelajaran umum dan agama sehingga dinding
dikotomi menjadi hilang sehingga secara tidak langsung integritas
pemahaman siswa semakin tinggi dan motivasi belajar semakin tinggi,
sehingga otomatis kinerja guru meningkat. – Proses pembelajaran relatif
tidak terganggu karena konsentrasi siswa semakin meningkat. Penggunaan
media menuntun guru untuk tetap fokus terhadap topik pembelajaran yang
disampaikan. (b) Materi Imtaq dapat disampaikan secara jelas – Pada
Madrasah Aliyah pada dasarnya materi imtaq sangat sering disinggung oleh
guru, namun disampaikan hanya sebagai penjelas mendukung dan tidak
melalui suatu kajian yang mendalam terhadap topik yang disampaikan,
sehingga terkesan hanya suplemen mengisi jam pelajaran karena materi
iptek yang disampaikan dirasa sudah tuntas. Akibatnya berimbas ke siswa
dengan tidak adanya konsentrasi pada materi yang disampaikan. Dengan
model integrasi iptek dan imtaq ini, materi imtaq dapat disampaikan
secara jelas. – Mendukung terwujudnya dialog antar guru, sehingga
masing-masing dapat saling menginformasikan berbagai topik yang akan
disampaikan. Bagi guru mata pelajaran umum akan sangat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan keagamaannya dan bagi guru imtaq juga akan mendapat
manfaat serupa. Pada masing-masing madrasah akan terwujud tim teaching
yang integral. E. Penutup Disadari bahwa upaya pengembangan model
pembelajaran yang memadukan mata pelajaran umum dengan imtaq ini tidak
mungkin secara penuh dapat menyelesaikan prsoalan dikotomik kurikulum
dan pembelajaran di madrasah. Akan tetapi setidaknya hal ini dapat
dipandang sebuah suatu upaya untuk menghilangkan dikotomi ilmu
pengetahuan yang diterima oleh siswa, yang dengan sendirinya
menghilangkan kesan dan pandangan dikotomi ilmu pengetahuan dan dikotomi
kurikulum. Akhirnya semoga sajian ini ada manfaatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, et al (2003) Menyatukan Kembali Ilmu-ilmu Agama dan Umum. Yogyakarta: IAIN Suka Press.
Ashraf, Syied Ali (1985). New Horison in Muslim Education. Cambridge: Antony Rowe Ltd.
Azra, Azyumardi (1996).
‘Modernisasi Pendidikan Islam: Sistem dan Epistemologi Ilmu’ makalah
pada Seminar Internasional tentang ‘Modernisasi Pendidikan Islam:
Sistem, Metodologi dan Materi’, dalam rangka Peringatan 70 tahun Pondok
Modern Gontor di Gontor Ponorogo, 31 Agustus 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar